
Mungkin bukan saatnya untuk bermimpi setelah seluruh kejadian ini. Apakah aku bahkan memiliki hak untuk bermimpi? Atau ini hanyalah lucid dream yang sering didambakan orang-orang?
Perutku terisi dengan makanan bergizi, tubuhku bersih dari segala kerak tanah ataupun daki yang bersembunyi di lipatan-lipatan lekukan tubuh ini. Untuk pertama kalinya aku bisa tidur nyenyak setelah sekian lama.
“Ada apa, tuan?”
Ya, mungkin semua ini adalah berkat dari Tuhan. Walaupun aku bukan seseorang yang religius, untuk pertama kalinya aku akan berterima kasih kepada-Nya.
“Tidak ada apa-apa, Alisa”
Ku sebut namanya dengan lembut, walaupun yang berhembus hanyalah lantunan suara tidak tentu dari tenggorokan yang sudah tua ini.
“Baiklah, tuan. Semoga anda tidur nyenyak malam ini.”
Aku menutup mataku perlahan, mencoba untuk menerima apa yang aku punya saat ini. Suara langkah kaki mulai menghilang mengikuti kesadaranku yang perlahan bertransisi ke alam mimpi.
Tapi keheningan yang aku nantikan tidak kunjung datang. Tidak, bahkan suara gerakan semakin besar. Di kasur yang empuk tempat aku berbaring ku dengar suara-suara yang familiar dan semakin membesar. Apa dia akan melakukannya lagi?
“Tuanku….”
Sontak ku merasakan bulu kudukku merinding. Satu tangan memelukku dari kiri badanku, lalu tanpa aku sadari aku sudah dipeluk oleh Alisa.
“Alisa, terima kasih, tapi aku ingin istirahat.”
“Tidak ada masalah, tuanku. Aku hanya ingin ikut serta memberimu kehangatan.”
Decak suara yang aku tidak bisa bedakan apakah dia sedang berbuat jahil atau memang sedang mengekspresikan perasaan terdalamnya.
“Baiklah… Lakukan sesukamu.”
“Baiklah, tuanku. Tuanku tercinta~”
Memang adalah hal yang tidak pantas untuk aku terima. Setelah semua yang telah aku lakukan, ini adalah hal paling terakhir yang aku sangka akan diberikan oleh dunia ini untukku.
Tadi siang…
“MENJAUH!!!”, ku teriakkan dengan penuh tenaga ke orang yang ada didepanku. Aku bukanlah seseorang yang suka berteriak ataupun bertingkah jahat ke orang lain. Aku biasanya hanya diam saja melihat dunia ini dipermainkan layaknya boneka pada teater boneka.
Dengan sebuah belati ku menusuk makhluk yang ada didepanku. Makhluk setengah kadal setengah naga yang tentu saja terlalu besar untuk ukuran rata-ratanya. Kulitnya yang tebal pada umumnya bukanlah tandingan dari belati biasa, tapi pengalaman bertahun-tahun beserta bahan Adamantite dari belati ini cukup untuk membuatku berhasil menanamkan serangan pada tenggorokannya.
“Hei! Kamu tidak apa-apa?!”
“A-aku selamat. Terima kasih, X!”
“Apa kamu bodoh?! Mencoba menyerang musuh dua kali lebih besar darimu sendirian karena ingin pengakuan adalah hal paling idiot untuk dilakukan seorang petualang! Kalau ingin mati, pulang saja sana!!”
“M-m-maafkan aku, X! A-aku tidak tahu apa yang mendorongku. Ini salahku. Tolong jangan keluarkan diriku dari party ini!”
Aku geram. Ku ingin memukul dirinya karena salah satu saja seluruh kelompok ini bisa dilanda malapetaka.
Dia adalah petualang pemula yang baru saja bergabung dengan kelompokku 2 hari yang lalu. Aku tidak pernah ingin melakukan berkelompok dengan siapapun; Aku adalah pemain solo. Aku hanya melakukan ini karena permintaan guild master yang menyatakan gajiku akan dipotong 90% kalau tidak menerima permintaan ini.
“Memang sial. Seorang calon pangeran sepertimu ingin bertualang? Ingin pengakuan dari keluarga kerajaan saja ternyata. Cuiihh. 2 hari saja dan kamu nyaris terbunuh, apa yang akan terjadi pada negara ini di tanganmu?!”
Orang ini bernama Tifan. Seorang calon pangeran yang sekarang berada di bawah pengawasanku. Ayahnya yang sekarang adalah raja dari Kerajaan Armuna ini adalah mantan petualang sebelum dia menjadi pangeran. Menjadi seorang pangeran mengharuskan dirinya untuk minimal mencapai rank B untuk bisa dianggap “kuat”.
Aku tidak memiliki sanggahan pada cara berpikir turun temurun dari keluarga kerajaan. Bahkan aku merasa dengan menjadi petualang, mereka akan memiliki pandangan yang serupa dengan kita rakyat jelata. Suka dan duka yang dialami oleh rakyat yang kelak akan diselesaikan permasalahannya oleh kerajaan.
Kerajaan ini memang memiliki peraturan yang unik. Untuk menjadi seorang pemimpin, diharuskan untuk menjalani masa-masa menjadi petualang sampai minimal memiliki rank C. Tapi hal ini berefek pada orang-orang yang memang mengetahui kondisi kami rakyat jelata yang memimpin kami kedepannya. Jarang terjadi perseteruan antara rakyat dan pemimpin karena hubungan kita semua yang pernah berakar dari posisi yang serupa. Walaupun terkadang terdapat perselisihan antar keluarga kerajaan, tapi sebagian besar tidak pernah sampai melibatkan rakyat biasa.
Sayangnya hal ini menggangguku. Statusku sebagai petualang rank A membuatku menjadi primadona dari guild master untuk hal-hal yang tidak-tidak. Aku tidak apa-apa dengan subjugasi monster sendirian, tapi babysitting??? Mending aku turun pangkat saja.
Actually, mending aku melakukan hal berat lainnya. Turun pangkat akan merenggut sedikit kebebasanku dan menambah reputasi burukku.
“Kita sudahi sesi berburu hari ini. Hanira, bisa kamu cari tempat yang aman untuk bermalam hari ini?”
“Siap, akan aku gunakan ekolokasiku, jadi tolong tutup telinga kalian.”
Semua anggota party menutup telinganya lalu diikuti oleh Hanira yang membuka mulutnya. Terdengar suara sangat nyaring walaupun tidak sampai melukai telinga. Yap, untungnya kita semua menutup telinga.
Salah satu anggota party ini adalah Hanira. Dia adalah seorang rank C caster yang menguasai sihir angin. Posisinya dalam kelompok ini untuk melancarkan sihir-sihir ofensif, entah untuk menyerang atau untuk memberi dukungan bagi para penyerang. Yang bertugas untuk menyerang adalah aku dan Rifa, tanker kita.
Rifa adalah salah satu mantan anggota ksatria kerajaan yang mengundurkan diri untuk menjadi petualang. Katanya kehidupan seorang ksatria membosankan, walaupun dengan gaji yang didambakan orang-orang. Kehidupan seorang petualang lebih menarik karena lebih dekat dengan kematian katanya.
“Aku penasaran apakah suatu hari aku bisa mendengar teriakan Hanira tanpa menutup telingaku. Hei, Hanira, bisa teriak padaku sekali saja?”,
“Ugh… Orang gila. Aku tau kamu tua bangka yang pendengarannya mulai usang, tapi… ah sudahlah.”
Mohon maaf karena merusak ekspektasi kalian, tapi Hanira adalah seorang petualang wanita veteran rank B. Atau bahkan lebih. Aku tidak pernah bertanya. Aku tidak ingin bertanya juga. Katanya orang yang bertanya ataupun salah menebak umurnya akan menghilang dari kota ini dan baru kembali 1-2 minggu setelahnya. Tentu saja aku tidak ingin mengadu nasibku.
“Tuan, apakah anda baik-baik saja? Tidak terluka kan?”. Alisa mendatangiku dan tanpa kuminta dia langsung memberi sihir penyembuhan. Aku tidak merasakan ada luka apapun, jadi kuminta dia untuk segera berhenti. Dia berada di party ini walaupun hanya memiliki rank D. Tugasnya hanyalah menjadi seorang healer dan membawakan barang-barang kami semua. Tentu saja aku tidak ingin dia melakukannya, tapi dia mendesak karena “hanya ini hal yang bisa aku lakukan”.
Ini memang terdengar klise. Ini sangat klise.
“Yah. Lakukan sesukamu…”
Alisa adalah seorang petualang pemula yang memiliki afinitas tinggi terhadap sihir air. Kondisi ini membuatnya dapat dengan mudah mempelajari sihir-sihir defensif ataupun sihir penyembuhan. Ku minta padanya untuk mempelajari sihir ofensif, tapi dia selalu berkata “aku percaya bahwa tuan akan melindungiku.” Ketahuilah, aku tidak akan selamanya berada di dunia ini.
3 tahun yang lalu.
Sudah 3 tahun semenjak aku menjadi seorang petualang. Aku berhasil naik ke rank C dalam waktu 3 tahun. Sebuah pencapaian yang besar karena rata-rata memerlukan waktu 4-5 tahun. Adalah hal yang dianggap hebat, tapi aku sendiri merasa tidak ada yang spesial. Setiap hari yang aku lakukan hanyalah berlatih, berlatih, berlatih, dan berlatih. Memang apa yang bisa aku lakukan selain ini?
Ambisi dalam diriku sudah hilang semenjak aku ditinggal kedua orang tuaku. Sekarang apa yang kulakukan hanya seputar memperpanjang hidup sejenak saja, dan menjauh dari keributan sebisa mungkin. Aku tidak pernah lagi untuk berpikir terlalu jauh kedepan.
Bangun pagi, berolahraga sejenak, sarapan, dan mengunjungi guild untuk mencari misi. Aku hanya mengambil misi yang mudah atau gabungan misi mudah dan sedang untuk memenuhi target harian. Dan target harian upah tersebut hanya aku gunakan untuk menyewa tempat menginap dan makan 3 kali. Sesekali aku berburu apabila sudah terlalu bosan dengan makanan penginapan.
“Selamat pagi! Ah, X-san! Seperti biasa lagi untuk hari ini?”
Aku disambut oleh Tama, penjaga guild untuk kota ini. Rutinitas yang telah kulakukan selama 3 tahun belakangan ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. “Seorang petualang yang hanya mengambil misi mudah dan sedang agar bisa bertahan untuk hari itu saja” telah menjadi hal yang melekat padaku di kota ini. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya. Yang penting aku bisa hidup.
Tapi bahkan, untuk apa aku hidup? Untuk berterima kasih? Pada siapa? Tuhan?
Apabila Tuhan ada, apakah sudah selayaknya dia membiarkan hal tersebut menimpaku? Kata biarawati dari gereja, bahwa “Tuhan tidak akan pernah memberi apa yang hamba-Nya tidak mampu untuk lalui”. Cuihh. Omong kosong.
“Yak. Apakah ada misi membunuh goblin atau mencari obat-obatan lagi hari ini?” kataku pada Tama. Kukatakan dengan nada monoton pada counter di guild ini.
“Kamu tahu kan kalau misi itu tidak akan ada habis-habisnya?”
“Oleh karena itu aku memastikan. Oh tolonglah, aku hanya ingin berbasa-basi.”
“Hahahaha! Ya, aku juga ingin memastikan ini dirimu, X-san.”
“Oh tolonglah. Memang ada orang lain yang menyerupai aku? Aku adalah petualang paling membosankan di kota ini.”
“Hmm… Mungkin ada satu… Tapi dia wanita… Wanita tidak pernah membosankan, kataku?”
“Fakta bahwa kamu mengatakan hal itu walaupun kamu juga adalah wanita terdengar sedih.”
“Mungkin perkataanmu ada benarnya juga. Tapi ya, kan kita hanya berbasa-basi saja kan. Ayolah, kamu yang memulai, kamu juga yang begini. Hadeh.”
Tama memang orang yang easy-going. Atau mungkin itu hanyalah gimmick yang dia lakukan. Lagipula, menjadi penjaga guild mengharuskan kamu untuk senantiasa memperlakukan setiap orang dengan sama dan tanpa diskriminasi. Suatu persyaratan yang berat.
“Ohya, walaupun aku hanya bercanda, wanita yang tadi aku sempat sebut mencarimu juga.”
“Oh, apa lagi ini. Ingat aku sudah tidak ingin dekat-dekat dengan misi mengasuh anak-anak lagi.”
“Tidak, tidak. Dia seperti sedang mencari seorang rekan kerja. Dia datang ke guild ini lalu meneriakkan ‘SIAPA ORANG TERKUAT DI-GUILD INI?!’ dan membuat semua orang kaget. Beberapa menyahut padahal mereka tidak ada apa-apanya”
“Terus?”
“Dia mengajak duel siapapun yang mengaku, lalu tidak ada yang bertahan lebih dari 10 detik.”
“Wow, kamu sempat berhitung?”
“Sshhh. Dia mengatakan bahwa dia butuh orang kuat untuk melakukan misi subjugasi di desa lain. Seringnya dia akan datang setiap pagi hari dan–“
“SIAPA ORANG TERKUAT DI-GUILD INI?!”
Aku kaget.
“Yah… sisanya kamu bisa lihat sendiri. Ah! Hanira-san!”
Tama memanggil wanita tersebut. Tidak terlihat seperti orang yang kuat. Mungkin karena tubuhnya yang… kekanak-kanakan?
“Oh, Tama-san! Bagaimana?”
“Yak. Orang ini yang aku maksud”, tutur Tama sambil “mempersembahkan” diriku pada Hanira.
“Eh tunggu, tunggu, tunggu. Apa ini?”
“Tentu saja! Adalah waktu untuk berduel!”, dijawab wanita tersebut dengan penuh semangat.
“Tidak, tidak tidak tidak. Aku tidak ingin melawan anak-anak…”
“Oh tidak…”, kata Tama dengan suara rendah.
“Kamu tadi bilang apa ya… tuan?”
“Uh… aku tidak ingin melawan anak-anak?”
“Coba katakan sekali lagi”
“Aku tidak ingin melawan anak-anak. Tolong aku tidak ingin main-main”
Wanita… gadis ini mulai menutup mulutnya dan mulai mengambil nafas dalam-dalam.
“SEMUANYA, TUTUP TELINGA!”, teriak Tama. Seluruh penghuni guild pun menutup telinganya, termasuk Tama.
Sesaat setelah itu, suara luar biasa nyaring dan menusuk telinga mulai menyerang gendang telingaku. Sontak aku menutup telingaku namun naas suara nyaring masih bergema di dalam kanal telingaku. Aku menunggu sesaat sampai aku melihat orang-orang mulai membuka telinga mereka. Telingaku masih berdengung kencang dan butuh waktu sekitar semenit setelahnya untuk suaranya menghilang.
Aku merangkak untuk bangkit hanya untuk melihat anak— gadis ini bersenyum sombong. Harus dikoreksi, tentu saja harus dikoreksi.
“Yah, aku sudah bilang, X-san. Dia sudah mengalahkan nyaris semua petualang yang sok mengaku kuat di tempat ini. Beberapa langsung menyerah ditempat setelah teriakannya.”
“Nona ke— nona muda. Apa tidak ada yang mengajarimu sopan santun?”
“Haha. Sopan santun hanya untuk orang yang lebih kuat dariku. Untuk apa aku hormat pada orang yang lebih lemah. Hahahahaha~”
“Hadeh… Tama-san, apakah ada hadiah khusus untuk pemberantasan bocah sialan? Tidak apa upahnya kecil, hanya agar aku bisa melakukan hal ini dengan legal.”
“Uh, X-san apapun yang kamu pikirkan, dia masih ana— masih muda dan aku tidak ingin menaikkan rating untuk guild ini.”
“Oh tenanglah. Aku hanya ingin memberi pelajaran saja.”
“Hei, apa kalian sudah selesai? Tama-san, ada apa dengan orang ini?”
“Inilah X-san, yang aku sebutkan sebelumnya. Petualang paling tangguh di guild ini. Atau seperti yang dipercayai orang-orang”.
“Ooohhh. Jadi kamu ya. Baiklah, untukmu aku akan memperlihatkan kesopanan sedikit. Tapi kalau ternyata kamu hanya seperti ikan teri, ppfftttt tidak tahu lagi aku harus mempermalukanmu seperti apa.”
Kelakuan bocah sialan ini membuatku lelah. Sudah tidak lama semenjak seseorang membuatku emosi, apalagi membuatku marah.
“Tama-san. Tolong jangan melaporkan apapun untuk apa yang akan aku lakukan ya.”
“…baiklah. Hanira-san, semoga kamu siap.”
Raut wajah sombong dari bocah itu seketika lenyap. Rasa heran dan sedikit takut mulai memenuhi wajahnya semenjak aku menariknya ke luar guild.
*** 5 jam kemudian ***
Suasana guild yang cukup hening dipecahkan oleh suara anak-anak yang berlari masuk sambil menangis. Orang-orang yang tersisa pun kaget dan mulai terheran. Hal ini lantaran anak kecil tersebut tidak lain dari Hanira sendiri.
“TAMA-SAAAAAAAAAAAN! ORANG ITU….. O-ORANG ITU……”
“Selamat siang, semua!”, decak bahagiaku sembari aku memasuki guild.
“X-san? Apa yang terjadi?”, tanya Tama dengan penuh heran sembari mengusap-usap kepala Hanira.
“Ooooh tidak ada kok. Kita hanya ‘bermain-main’ saja.”
“BOHONG!! ITU BOHONG, TAMA-SAN! HUAAAAAAAAAAAAAAAAAA~”
Teriakan Hanira memenuhi seisi ruangan kembali. Isak tangis yang membuat beberapa orang menjadi senang mungkin adalah pemandangan yang tidak lazim.
“Hei, X-san. Memang apa yang telah kau lakukan? Sampai menangis seperti itu…”, tanya salah satu penghuni guild.
“Iya loh. Senyum sombongnya bahkan sampai hilang dan sekarang hanya tangisan dan rasa penghinaan yang memenuhinya.”, tanya penghuni lainnya.
“Oh bukan hal penting kok. Aku hanya mengajaknya ‘duel’ saja.”
*** 2 jam yang lalu ***
“HAHAHAHAHAHA~ Sepertinya aku akan mendapat uang jajan tambahan hari ini!”
Aku terdiam saja. Memang orang seperti ini tidak cocok untuk diajak berbicara, apalagi dinasehati. Memang harus dikoreksi.
“Jadi, memang apa yang membuatmu pikir bahwa kamu akan memberi aku ‘koreksi’? Membawaku ke tengah hutan, jangan pikir kamu bisa berbuat yang tidak-tidak ya.”
“Akan sangat menarik apabila terdengar kabar bahwa ‘petualang terbaik kota ini adalah seorang lolicon‘, eh sepertinya bahkan itu sudah dimulai.”, lanjut bocah sialan itu.
“Lihat saja… kalau kamu mau mulai, silahkan.”, balasku. Lagipula, seluruh persiapan sudah selesai.
“Tch… baiklah, sepertinya aku yang akan mengoreksimu duluan, tuan.”
Sontak dia menghilang dari pandanganku. Tiba-tiba ada tendangan dari arah kiri ke arah kepalaku. Posisinya yang tiba-tiba berpindah dalam kedipan mata membuatku terkesan.
Hanira menggunakan sihir angin “Kedipan Angin” yang membuat dia mampu bergerak secepat angin taufan. Aku sudah pernah melawan pengguna sihir angin sebelumnya, jadi membawanya ke tengah hutan sudah berhasil menurunkan efisiensi dari efek sihirnya. Pergerakan angin yang terarah membutuhkan daerah terbuka yang luas, sehingga pohon-pohon di sekitar berhasil melambatkan angin dari sihirnya.
Selain itu, kesalahan mutlak orang-orang yang terlalu percaya diri lalu menendang musuhnya selagi melayang diudara adalah.
“H-h-hei!”, teriak Hanira saat aku memegang kedua kakinya lalu membawanya berputar-putar.
“Hanira-san, pernahkah kamu menaiki komidi putar?”
“H-hah? Apa itu?? Lepaskan aku!”
“Ituloh, wahana di pasar malam yang dinaiki orang-orang, dan bisa membuatmu melihat dari tempat yang tinggi.”, jawabku dengan santai setelah kita berputar lebih dari 3 putaran.
“Tidak peduli! L-l-lepaskan aku! Lagi—- lagipula itu namanya kan gondola!”, balas Hanira dengan muka yang mulai pusing.
“Tepat! Tapi karena sekarang kita sedang berputar juga namun lebih cepat, tahukah kamu kunamai gerakan ini apa?”
“Diam, idiot! Seperti ini kah kamu memperlakukan anak-anak??!”
“Oh, sekarang kamu mengaku anak-anak ya! Baiklah, komedi apa yang paling disukai anak-anak?”
“—-uhh…. ku-kumohon… hentikan….”
“KOMEDI BRUTAL!!!!”
Aku terus membawanya berputar sampai lebih dari dua puluh putaran sepertinya. Bagiku ini tidak ada apa-apanya, dan harusnya dia juga cukup kuat mengingat dia pengguna sihir angin, tapi.
*bleeeeerrgghhh*
Suara yang familiar. Aku melihat kondisinya dan sekarang dia sedang memuntahkan sarapannya. Aku cukup kasihan, tapi inilah hal yang harus dikoreksi darinya.
“K-ke-keparat…. kau…”
*bleeeeerrgghhh*
Terdengar lagi suara merdu.
“A-aku… tidak– tidak akan… memaafkanmu… J-j-j-jangan harap kamu bisa lolos dari sini…. Tunggu sebentar.”
*bleeeeerrgghhh*
“Yak, nampaknya seluruh isi perutmu sudah keluar. Apakah ini sudah mengajarimu pentingnya rasa hormat?”
“Huft…. huft….. Apabila ini yang kau inginkan pak tua, INI YANG AKAN KAMU DAPATKAN!”
“Wah, aku masih muda lho. Jangan samakan aku dengan bapak-bapak tua.”
Seketika dia berada di depan mataku. Wajahnya penuh amarah dan tinju dilayangkan kepadaku melalui tangan kirinya.
!!!
Ku tahan dengan kedua tangan tepat di depan wajahku. Patut diakui, sekarang serangannya sudah lebih akurat dan lebih kuat. Aku didorong mundur beberapa langkah akibat menahan tinjunya.
Dengan sigap dia merunduk untuk melakukan uppercut ke daguku, namun kuhindari sembari memegang tangannya. Ku lempar dia kembali menjauh dariku. Wajahnya yang penuh dengan amarah tidak mengambil waktu untuk terdiam dan sontak saja aku langsung berhadapan lagi dengannya.
“CQC ya?” // Close-quarter Combat
Dia sekarang menarget perutku yang selanjutnya kutepis ke bawah, namun dibalas olehnya dengan tinju memutar dari arah bawah ke atas lagi. Ku hindari tinjunya untuk disambut oleh gerakan melompat untuk ditendang lagi seperti pada awal pertempuran. Tak kusangka bahwa dia sekuat ini.
Tapi tentunya, aku sudah menduga ini. Dengan satu tangan tersisa aku menahan tendangan berputarnya lalu kupegang kembali kakinya untuk aku bawa dia berputar kembali.
***
*bleeeeerrgghhh*
“Hei, aku kira yang tadi sudah yang terakhir dari isi perutmu…”
“D-diam kau….”
*bleeeeerrgghhh*
“Dan kamu tidak pernah belajar ya. Sudah 4 kali kamu kena komedi brutal.”
Mungkin karena dia petualang rank D, pengalamannya belum cukup beragam. Seluruh serangannya sudah pernah aku lihat sebelumnya.
“Hmm, apakah kamu kenal dengan Pak Sierta?”
“K-kamu kenal Pak Sierta??!!”, jawab Hanira dengan terengah-engah.
“Pantas saja. Gerakanmu sudah terbaca semua. Hei, dengar yah bocah sialan.”
“Diam kamu! Harusnya… harusnya aku sudah bisa lebih kuat dari siapapun! Tapi mengapa…”
“Hei, kamu masih rank D sudah sesombong ini. Memang sudah saatnya untuk realita menampar balik senyum busuk itu.”
“D-d-d-d-d-diam!”
Dengan linglung dia kembali mencoba menyerangku. Sayang sekali, kondisi mentalnya pasti sudah ambruk dan ditambah pusing dan lemas setelah komedi brutal 4 kali tadi.
“Yasudahlah… Memang tidak ada cara lain lagi.”
Aku merapalkan sihir tanah untuk membuat satu daerah didepanku menjadi lumpur. Ku buat dengan kedalaman nyaris setinggi Hanira.
Ku pegang tangan Hanira, dilanjutkan dengan kedua lengan, dan menanam Hanira ke dalam lumpur tersebut. Ku kembalikan sihir tanah tadi dan seketika kubangan lumpur tersebut mengeras.
Sekarang Hanira hanya terlihat dari leher ke ujung rambut. Apabila tadi adalah “Komedi Brutal”, maka sekarang mungkin aku namai teknik ini “Puncak Komedi” saja sepertinya.
Nama yang menarik… Akan aku catat itu.
“Lepaskan aku dari sini!!”
Aku jongkok untuk melihat dirinya yang tertanam dengan indahnya. Pandangan dia yang penuh amarah namun juga penuh rasa putus asa. Umumnya kamu memerlukan gerakan agar bisa merapalkan sihir apapun, sehingga kondisinya yang tidak bisa bergerak membuatnya secara efektif tidak bisa apa-apa.
“Hanira-san. Tahukah kamu…”
“Kalau hutan adalah ekosistem paling subur untuk serangga berkembang biak?”
Hanira terdiam. Dia melihat sekeliling dan fakta bahwa sekarang ketinggian matanya setara dengan serangga yang sering berada di antara rerumputan membuat segalanya terlihat jauh lebih besar.
“aa…… a…… AAA….. AAAAAAAAAAAAAAAAAA” // kamera menghadap langit
*** 2 jam kemudian ***
“Ughh… Jadi ini yang kamu maksud sebagai ‘mengoreksi’….”, respon Tama dengan nada jijik.
“HUAAAAAAAAAAAAAAAA, TIDAK MANUSIAWI… TIDAK MANUSIAWIIIIII. TAMA-SAN TOLONG CABUT STATUS PETUALANG DIA…. AKU TIDAK TERIMAAAAAAAA”
“Jadi apa yang akan kamu lakukan, Tama-san? Mencabut status petualangku hanya karena mencoba mengajari sopan santu ke anak kecil, dan kehilangan kredibilitasmu sebagai penjaga guild? Atau sudahi semua dan anggap bahwa ini semua hanya suatu bentuk kejenakaan?”, ku tatap Tama dengan senyum menyeringai.
“APA??? ITU TIDAK ADIL!!! TAMA-SAN KAMU PASTI TAU APA YANG DIA LAKUKAN TIDAK PERLU SAMPAI SEJAUH ITU!”
“YA KAMU JUGA KENAPA SOK SOMBONG?!!”
*bweeeeehhhhh*
“Sudahlah, Hanira-chan. Ada kalanya kamu harus mengalah.”, ucap Tama.
“SEKARANG KAMU MEMANGGILKU DENGAN -CHAN???? HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
Tangisannya berlangsung sampai satu jam kedepan.
*** Satu jam kemudian ***
Dalam satu jam aku berhasil menyelesaikan satu misi mengambil tanaman obat di tengah hutan. Lokasinya tidak terlalu jauh jadi aku bisa segera menambah uang makan hari ini. Walaupun sepertinya aku harus bekerja ekstra besok.
Aku kembali ke guild untuk melihat Hanira sudah tertidur pulas di konter. Suasana tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa petualang lain yang menukar hasil buruan dan upah misi mereka.
“Ya, pada akhirnya dia juga adalah seorang remaja. Aku penasaran dengan masa kecilnya, tapi lebih baik untuk tidak menyinggung itu. Baiklah! Hari ini 20 keping perak untuk misi ini ya! Kamu aman sampai besok kan?”
“Tidak apa, aku punya sedikit tabungan.”
Ya, sedikit. 10 keping perak dan 7 keping perunggu. Biaya penginapan adalah 15 keping perak. Haha, semoga sampah daun masih banyak di taman kota.
“nnnggghhhh——“
“Oh, kamu sudah bangun?” Aku menata pada Hanira yang perlahan. Sosoknya tergolong masih remaja dan mungkin di bawah standar rata-rata pad umurnya. Tapi sosok kecil ini sudah bisa menguasai ilmu bela diri angin? Hal itu harus aku puji darinya.
“—m–mama…”, ucapnya perlahan.
“Ah… mimpi…. Eh! Kau si pria jahat itu!”
Aku sedih dengan respon tersebut. Aku hanyalah orang biasa yang hanya ingin hidup biasa saja. Memberi pelajaran anak-anak adalah sesuatu yang biasa, kan?
Tapi ku akui bahwa aku sedikit terlalu jahat padanya. Menanam orang tentunya adalah aksi licik yang digunakan oleh kebanyakan orang jahat. Baiklah, aku akan minta maaf.
“Hei… Oke, maafkan aku. Tadi aku kelewatan.”
“T-t-t-tama-san, apa aku sudah mati? Tidak mungkin orang ini bisa meminta maaf.”
“Ya, kau hidup. Sekarang bangunlah, dan pindah ke meja disana. Orang-orang mengantri. Kau juga pak tua!”, seru Tama pada kami berdua.
“Tama-san, tolonglah. Aku masih di awal umur 20 ku.”
“Hah?” Seruan heran yang keluar dari sosok kecil disampingku terdengar asli. Saking aslinya, aku merasa sakit sedikit.
“Ah, lupakan. Ayo.”
Kami berdua berjalan ke meja dan duduk berhadapan. Hanira tidak terlihat ingin macam-macam lagi denganku, tapi dia tetap waspada terhadapku.
“Oke jadi. Apa yang kamu inginkan sampai harus membuat keributan di guild ini?”
“Aku butuh orang kuat.”
“Baiklah, aku orang kuatnya. Lalu apa?”
“Apa kamu tidak mengerti? Aku butuh orang kuat.”
“Dengar, fakta bahwa kamu kalah telak dihadapanku, dan bahkan sampai menangis ke Tama-san sudah bukti bahwa aku lebih kuat darimu.”
“M-muuuu….. Tapi tidak mungkin!…. Tidak mungkin orang sepertimu…”
“Tidak mungkin orang sepertimu… akan mendengar permintaan egoisku…”
Aku berhenti sejenak. Apakah ini klise? Orang-orang membutuhkan bantuan dalam rupa permintaan yang tidak realistis. Permintaan tersebut antara ditolak begitu saja, atau pada akhirnya ada yang menerima permintaan tersebut. Aku sadar bahwa aku adalah orang yang biasa saja. Ini terdengar seperti hal yang akan diterima oleh protagonis utama dari cerita ini.
Tapi siapa protagonis utama cerita ini?
“Dengar, Hanira, aku memang terlihat seperti orang yang tidak akan menerima permintaan aneh-aneh. Aku hanya ingin hidup sederhana saja selama ada atap ditempat aku tidur, dan makanan yang mengisi perutku.”
“Benar kan! H—hiks….”
Dia mulai menangis. Oh tidak, aku akan terlihat seperti pria jahat yang membuat anak-anak menangis.
“Maafkan aku, Hanira. Tapi kamu tidak boleh pergi dari sini sebelum menceritakan permintaanmu.”
“E-eh?” Hanira membalas dengan suara yang lebih dewasa, tidak seperti suara anak sialan yang dia tuturkan seperti biasa.
Apa ini??? Apakah dia adalah salah satu main heroine dunia ini? Kenapa ada kualitas gap moe yang baru saja muncul.
Jujur, aku penasaran dengan permintaannya. Seberapa susah sehingga dia membutuhkan orang terkuat. Dengan kekuatan seperti itu, seberapa banyak orang yang dia kalahkan sampai masih ingin mencari orang yang lebih kuat. Apakah aku orang yang lebih kuat itu? Wah!
“Ceritakan padaku, dan akan aku anggap seluruh hal yang telah terjadi tidak pernah terjadi. Oh, dan mungkin 10 keping perak karena aku butuh, haha.”
Aku terdengar seperti orang aneh. Orang aneh yang membuat gadis kecil menangis. Orang aneh yang memalaki gadis kecil. Oh tidak, semoga ini tidak berpengaruh pada reputasiku.
“Dengar! Aku sudah menyiapkan 1000 keping emas untuk permintaan ini! Aku membutuhkan orang kuat, dan 1000 keping emas pun aku bayar! Bahkan diriku pun apabila tidak cukup!”, teriak Hanira yang bergema ke seisi guild.
Se-seribu koin emas?????!!!!!! Apabila satu keping emas dapat ditukar dengan 100 keping perak, dan 1 keping perak dapat ditukar dengan 100 keping perunggu, dan 5 keping perunggu bisa memberiku satu buah roti, maka… MAKA!
“Kamu ingin dengar tidak?!” Suara Hanira membentakku yang sedang melakukan matematika sederhana. Tentu saja, seisi guild juga hening karena penasaran dengan permintaan senilai 1000 keping emas itu.
“A-ah ya! Mohon maaf. Aku sedang menghitung berapa banyak roti yang bisa aku beli dengan 1000 keping emas.”
Bukan pertama kalinya aku tergiur dengan pekerjaan dengan bayaran besar seperti ini. Tapi sayangnya pekerjaan lain terkesan tidak dibayar sepintas.
“Mengalahkan naga hijau. 1 keping emas”
“Subjugasi goblin sampai ke akarnya. 10 keping emas dibagi rata ke seluruh party.”
“Menjadi penjaga untuk perjalanan antar benua. 5 keping emas.”
Semua itu terlalu murah! Tapi ada saja yang ingin melakukannya, lantaran misi dengan kepingan emas adalah syarat naik rank. Sistem yang abusif. Aku hanya naik rank secukupnya sehingga aku bisa sesekali mengambil misi tingkat sedang apabila aku butuh dana darurat, seperti perbaikan senjata, dan membeli baju.
“Oleh karena itu, aku membutuhkan orang yang kuat…”
*hiks*… *hiks*
Suara tangisan kecil mulai mengisi ruangan ini. Aku menatap kembali orang-orang yang melihat kami dan mereka kembali ke urusan mereka masing-masing.
Mungkin inilah saatnya aku menjadi protagonis dari cerita ini. Mungkin ini saatnya aku melihat sejauh mana kemampuanku. Kalau aku mati, yasudahlah. Lagipula aku tidak punya apa-apa untuk ditinggal.
“Baiklah, mari kita dengar permintaanmu. Aku cukup tertarik dengan kehidupan yang dipenuhi 1 juta roti… 10 juta?… 100 ribu? Ah pokoknya roti itu enak.”
“Apa kamu yakin?”, balas Hanira. Dia menatapku dengan tatapan serius. Jauh lebih serius dari saat kita bertempur tadi. Matanya berkilau dibawah kerutan alis mata yang tajam, seolah ada api yang terpecik dari dalam matanya.
Aku balas dengan tatapan serius juga. Biasanya aku tidak peduli, tapi inilah resolusiku. Belum pernah dalam setahun belakangan ini aku seserius ini, kecuali saat aku disangka penipu oleh warga karena aku menangkap pencopet. Mungkin memang mata ini tidak didesain untuk hal-hal serius.
Tatapanku memberi jawaban atas pertanyaan Hanira. “Kalau begitu, ikut aku ke penginapan”.
“Oke… tunggu. TUNGGU!”
Seluruh orang yang ada menghela nafas. Tama-san bahkan langsung lari dari konter ke meja kami lalu berteriak.
“HANIRA-CHAN APA KAMU TAU ARTI DARI YANG KAMU BARU SAJA KATAKAN??!!”
“Hanira…san. Kamu bukan dari tempat ini ya?” Ku tanyakan kepadanya, dengan sedikit sisa rasa kaget barusan.
“Eh? Memang apa artinya hal itu di tempat ini?”, tanya Hanira ke Tama dengan polosnya.
“I-i-i-i-itu hanyalah ajakan untuk mereka yang akan melakukan s-s-ss-s-s-s-s-s-se-s-s-s-s-S-S-S-S-SE-S-S-S-S-S-SS-S-S-S”
“ITU AJAKAN BERKEMBANG BIAK, NONA!”
Oh tidak.
“Wow, aku tidak tau X-san adalah orang yang seperti itu.”
“Eh, tapi bukannya itu tidak aneh mengingat dia suka mengambil misi-misi mudah yang berkaitan dengan anak-anak?”
“Ambil tanaman obat (untuk anak), menjadi penjaga malam panti asuhan, bahkan menjadi penjaga dalam mengambil tanaman di hutan dengan pemberi misinya adalah seorang anak-anak?”
“Wah…. Wow, X-san…. Wow.”
DIAAAAAAAAAAAAAAAM. Aku bahkan tidak tau kalau sentimen orang-orang sudah separah itu! Memang benar kalau misi-misi itu diberikan oleh ibu-ibu, orang tua, atau bahkan anak-anak. Misi yang mudah dengan bayaran yang cukup. Bukannya ini memang sempurna untukku?
Tidak, tidak. Kalau seperti ini, reputasiku akan semakin buruk. Aku tidak ingin diasosiasikan sebagai “Petualang lolicon” ataupun “Petualang shotacon“. Tidak, tidak, TIDAAAAAAAAAK.
Hanira yang awalnya terdiam, lalu mulai memerah, dan kemudian berteriak.
“T-T-T-T-T-T-TIDAK SEPERTI ITU!! A-A-AKU HANYA INGIN MEMBERITAHU DIA INFORMASI RAHASIA. AKU TIDAK AKAN MELAKUKAN HAL TERSEBUT! LAGIPULA AKU TIDAK PUNYA APA-APA—–“, sontak aku menutup mulut Hanira. Hei, jangan membuat situasi semakin parah!
“Aku tidak akan melakukan apa-apa, Tama-san. Aku sumpah! INI JUGA DEMI REPUTASIKU!”
“Aku tidak percaya ini, tapi baiklah.”, Tama-san mulai merapalkan mantera sihir. Tidak lama setelahnya muncul cahaya-cahaya biru berbentuk bola yang pergi ke pundak kanan kita berdua.
Tama-san dulunya juga adalah seorang petualang pengguna sihir roh. Posisinya senantiasa menjadi pengintai daerah sekeliling. Kemampuannya melakukan kontrak dengan roh membuatnya salah satu petualang yang cukup terkenal di kota ini.
“Aori akan menyertai kalian. Apabila kalian berbuat yang macam-macam seperti se-s-s-s-s-s-s- POKOKNYA ITU, akan kupastikan dirimu mendapat akibatnya, X-san.”
Aku diancam. Bukan pertama kalinya aku diancam seperti ini oleh Tama. Beberapa kali saat aku mengambil misi tingkat rendah dan sedang yang berhubungan dengan anak-anak, aku juga diberikan pengawasan yang sama. Sungguh, aku hanyalah orang yang tidak bersalah apa-apa.
“Sampai kapan kamu harus melakukan ini, Tama-san? Aku kira kamu sudah percaya padaku.”
“TAPI TIDAK UNTUK KALI INI! Dengar ya, aku tidak tau asal usulnya, aku tidak tau apa yang akan dia lakukan, dan kamu adalah laki-laki dan dia adalah perempuan. Aku punya seluruh justifikasi untuk melakukan pengawasan!”
Suatu peringatan yang terasa seperti ultimatum. Pada titik ini aku tidak punya pembelaan apapun. Harus aku terima dan menurut ke apapun yang Tama-san katakan.
“Tama-san, jangan khawatir. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak! Lagipula aku tidak memiliki pengalaman apapun memasuki kama—-“
Mulut Hanira aku tutup lagi. Sepertinya masalah utamanya akan berasal dari gadis ini.
*** 6 jam kemudian ***
Hari sudah berlarut malam. Sebelumnya aku mencari makan secukupnya agar aku tidak terbangun lagi tengah malam dengan sakit perut. Aku melihat Hanira juga ikutan lahap dengan makanan yang tentu saja tergolong murahan apabila dibandingkan dengan 1000 keping emas. Dengan 50 keping perunggu, kamu sudah bisa makan kenyang. Tentu saja, hanyalah makanan sederhana: ubi rebus, telur, dan mayones.
Aku diajak oleh Hanira untuk menginap di penginapan yang 3-4 kali lebih mahal dari yang sering aku pilih. Katanya aku tidak pantas untuk tidur di “gubuk” itu. Aku merasa tersinggung karena hal yang dia bilang “gubuk” itu sudah lebih baik daripada tidur di taman kota berselimut dedaunan. Syukur saja apabila daunnya kering.
“Hanira-san. Apa tidak masalah? Penginapan ini harganya 50 keping perak lho?”
“Tidak apa-apa. Hitung saja sebuah hadiah karena telah mengalahkanku pada duel tadi. Aku sudah mengerahkan segalanya, tapi bagimu aku hanyalah permainan.”
Hanira memasang muka cemberut. Memiliki rasa bangga atas rekor tak terkalahkan, lalu dipatahkan dengan telak pasti adalah suatu tamparan yang besar baginya.
“T-tuan, apakah ini benar? Satu kamar saja?”, tanya pelayan penginapan.
“Ha-hanira-san?”
“Yap. Kamu mendengarnya dengan jelas. Satu kamar saja, aku dan dia.”
“Tenang saja.”, ku lanjutkan sembari menunjuk bola biru yang melayang di pundak kanan kita berdua. Pelayan itu paham bahwa kita sedang diawasi.
Kami menerima kunci untuk satu kamar dan segera naik ke atas. Jujur, aku merasa tidak enak. Bukan hanya karena aku akan satu kamar dengan wanita, aku akan satu kamar dengan seorang gadis. Gadis remaja dengan tubuh yang cukup kecil.
Pikiranku mulai mengarah ke yang tidak-tidak. Jangan, jangan dia masih belum legal. Bahkan bukan tipeku. Bocah sialan sepertinya tidak akan pernah menjadi tipeku, apapun itu.
Tapi jujur, aku tidak tau untuk apa ini. Mengapa demi mendengarkan permintaan, harus ada kondisi seperti ini? Apakah ini berkaitan dengan masa lalunya? Asal muasalnya? Mengapa harus hanya ada kita berdua?
Apakah dia…. laki-laki?
Tidak…
Tidak?
Tidak…
Aku tau kalau aku masih menyukai wanita. Sudah. Titik. Tidak ada kompromi.
“X-san, silahkan istirahat terlebih dahulu. Aku akan menggunakan kamar mandi”, ujar Hanira.
Sesungguhnya aku tidak tau lagi apa yang akan terjadi. Kepalaku yang dangkal ini membuatku tidak bisa memikirkan skenario pintar apapun. Aku hanya bekerja dengan otot saja. Bangun pagi, olahraga, sarapan, lakukan misi, istirahat, dan tidur. Hanya itu sepanjang 3 tahun belakangan ini. Aku tidak punya ambisi apapun untuk memulai sesuatu, ataupun sesuatu untuk diperjuangkan. Orang tuaku meninggalkanku, aku hidup merangkak sampai aku bisa berlari di panti asuhan kota ini. Sekarang panti asuhan itu telah ditutup, jadi aku tidak ada pegangan lagi.
Suara air mengalir memenuhi ruangan yang hening ini. Walaupun kecil, tapi keheningan ini seakan menjadikan suara tersebut bintang dari teater dibawah atap.
Suara tersebut berhenti, namun Hanira masih berada di dalam. Apabila dia ingin melakukannya pasti langsung saja keluar setelah mandi. Tapi tidak mungkin, kita berdua sedang diawasi, jadi aku asumsikan bahwa dia hanya mengambil waktunya.
Aku tidak berani melihat. Aku palingkan diriku dari arah kamar mandi, dan aku hanya menatap ke arah jendela yang sedang menyinari ruangan dengan cahaya bulan. Ruangan ini hanya diterangi oleh beberapa lilin dan lampu lentera sederhana. Malam hari ini memang sudah cocok untuk istirahat, namun mengapa aku merasa sangat gelisah?
“Aku harap kamu tidak menunggu lama”, suara yang bergema dalam ruangan ini yang akhirnya memecahkan keheningan yang penuh antisipasi.
“Ah iya. Aku juga ingin mandi setelah ini kok—-h-h-h-HEEIII!”
Dirinya yang sebelumnya hanyalah seorang petualang biasa kini memiliki tampak yang berubah bagaikan langit dan bumi. Bumi dan inti bumi bahkan.
Di depanku adalah seorang gadis pelayan yang memiliki atribut lengkap bagaikan seorang pelayan. Pakaian hitam dengan apron putih. Rambutnya diikat ke belakang membentuk gaya ponytail. Wewangian yang tentu saja wangi yang memancar darinya, dan wajah tersipu malu.
“S-se-selamat malam, Tuanku~”, tuturnya dengan lembut sembari sedikit menekukkan kakinya dan mengangkat kedua roknya sedikit dengan kedua tangannya.
“Aku harap tuan bisa merahasiakan hal ini dari siapapun karena aku percaya tuan.”
“A-a-apakah kamu?”
“Iya tuan… Apa yang tuan pikirkan adalah benar.”
Legenda mengatakan bahwa ada satu kerajaan yang dipimpin oleh raja yang baik. Raja tersebut memiliki 6 pelayan yang seluruhnya adalah wanita, dengan keterampilan ke setiap elemen yang ada di dunia ini. Angin, Tanah, Air, Api, Roh, dan Kegelapan.
Kerajaan tersebut dilansir memiliki ekspektasi hidup yang jauh lebih tinggi, namun raja tersebut sangat baik ke semua orang sehingga dia sangat mudah dimanfaatkan. Kekacauan melanda kerajaan tersebut yang diakibatkan satu keluarga kerajaan menipu raja tersebut, dan terjadi perang saudara.
“Pergilah. Mohon maaf karena aku telah merenggut kebebasan kalian… Sekarang kuberikan kembali kebebasan pada kalian semua.”, ucap raja tersebut sebagai wasiat terakhirnya.
Karena sudah tidak ada yang tersisa untuk diperjuangkan oleh kerajaan tersebut, ke enam pelayan tersebut meluluhlantakkan kerajaan tersebut. Tidak ada lagi bukti sejarah yang dapat ditemukan dari kerajaan tersebut. Semua hanyalah dongeng belaka yang bahkan tidak memiliki dasar kebenaran.
Semua sirna, kecuali peninggalan ke enam pelayan tersebut. Konon seluruh sihir dari setiap elemen yang ada dimulai semenjak pelayan tersebut mulai mengajari rakyat jelata dan hidup bersama mereka. Sihir tersebut pun disebar ke orang-orang dan dijadikan sebagai salah satu warisan keluarga.
Apa yang terjadi dengan pelayan-pelayan tersebut? Apakah mereka hidup berbaur dengan masyarakat sehingga mereka tidak bisa dikenali lagi? Apa yang terjadi dengan darah keturunan mereka? Apakah masih tersisa pecahan dari fragmen sihir di darah mereka?
Disinilah, aku sadar, bahwa kehidupanku tidak akan sama lagi.
Continued in chapter 2